Sudrajat, Jabar Asyik Optimisme Pada Pilkada 2018
Sudrajat, Jabar Asyik Optimisme Pada Pilkada 2018. Bandung
– Mayor Jenderal Sudrajat menduduki posisi Kepala Pusat Penerangan TNI
pada 1999, setahun setelah tumbangnya rezim diktator Orde Baru yang
disokong militer. Suasana euforia masih berlangsung ketika itu dan TNI
salah satu institusi yang paling banyak menjadi sasaran kritik. Setelah
tiga dekade berada dalam bayang-bayang otoritarianisme, demokrasi
perlahan berupaya menemukan bentuknya di masa-masa transisi tersebut.
Dan Sudrajat harus menampilkan wajah tentara yang berubah, dari yang antikritik dan cenderung kaku menjadi ramah dan terbuka. Peran itu relatif sukses dijalankan oleh lulusan Akademi Militer pada 1971 itu. Ia tangkas menjawab isu-isu tajam yang gaungnya hingga ke dunia internasional, antara lain kasus Timor Timur, kasus pelanggaran hak asasi manusia, kasus separatisme di Aceh dan Papua, hingga desakan agar tentara kembali ke barak dan lain-lain.
Setelah Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden, Sudrajat digeser sebagai staf ahli Panglima TNI pada awal 2000. Setahun kemudian ia menjabat Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan hingga pensiun. Karier Sudrajat beralih di ranah sipil. Ia, antara lain, menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Cina dan Mongolia (2005-2009).
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto membantah penunjukan Sudrajat tiba-tiba. Menurut kolega Sudrajat di tentara itu, Gerindra sudah melalui proses panjang dalam menyeleksi calon gubernur, termasuk minta pendapat ulama, pengusaha, dan tokoh masyarakat. Menurut Prabowo, Sudrajat akhirnya dipilih karena memenuhi syarat. Prabowo juga menyebut Sudrajat sebagai jenderal yang cerdas lantaran pernah kuliah di Harvard.
Meski demikian Sudrajat tetap optimistis. Kendati elektabilitas dan popularitasnya tertinggal oleh calon lain, namun dia berharap masyarakat memilih pemimpin berdasarkan kualitas. Sudrajat berujar demokrasi Indonesia akan makin berkualitas jika masyarakatnya memilih pemimpin dari segi kualitas, bukan dari popularitas. “Mudah-mudahan saya bisa membaktikan diri saya kepada Jawa Barat,” ucap bapak dua putera ini.
Dan Sudrajat harus menampilkan wajah tentara yang berubah, dari yang antikritik dan cenderung kaku menjadi ramah dan terbuka. Peran itu relatif sukses dijalankan oleh lulusan Akademi Militer pada 1971 itu. Ia tangkas menjawab isu-isu tajam yang gaungnya hingga ke dunia internasional, antara lain kasus Timor Timur, kasus pelanggaran hak asasi manusia, kasus separatisme di Aceh dan Papua, hingga desakan agar tentara kembali ke barak dan lain-lain.
Setelah Abdurrahman Wahid terpilih sebagai presiden, Sudrajat digeser sebagai staf ahli Panglima TNI pada awal 2000. Setahun kemudian ia menjabat Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan hingga pensiun. Karier Sudrajat beralih di ranah sipil. Ia, antara lain, menjadi Duta Besar Republik Indonesia untuk Cina dan Mongolia (2005-2009).
Pria kelahiran 4 Februari 1949 itu juga tercatat merintis bisnis
transportasi pesawat Susi Air bersama Susi Pudjiastuti. Sudrajat naik
menjadi Chief Executive Officer maskapai tersebut setelah Susi
mengundurkan diri karena ingin fokus sebagai Menteri Kelautan dan
Perikanan Kabinet Kerja.
Di dunia politik, Sudrajat pernah menduduki ketua organisasi
kemasyarakatan Nasional Demokrat (NasDem) Jawa Barat. Sudrajat mundur
setelah NasDem menjadi partai politik pada 2011. Namanya sempat
sekejap muncul saat mendukung Prabowo sebagai calon presiden pada pemilu
2014. Di 2018, dia maju menjadi calon gubernur Jawa Barat, berpasangan
dengan Ahmad Syaikhu. Pasangan ini didukung Gerindra, PKS, dan PAN.Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto membantah penunjukan Sudrajat tiba-tiba. Menurut kolega Sudrajat di tentara itu, Gerindra sudah melalui proses panjang dalam menyeleksi calon gubernur, termasuk minta pendapat ulama, pengusaha, dan tokoh masyarakat. Menurut Prabowo, Sudrajat akhirnya dipilih karena memenuhi syarat. Prabowo juga menyebut Sudrajat sebagai jenderal yang cerdas lantaran pernah kuliah di Harvard.
Meski demikian Sudrajat tetap optimistis. Kendati elektabilitas dan popularitasnya tertinggal oleh calon lain, namun dia berharap masyarakat memilih pemimpin berdasarkan kualitas. Sudrajat berujar demokrasi Indonesia akan makin berkualitas jika masyarakatnya memilih pemimpin dari segi kualitas, bukan dari popularitas. “Mudah-mudahan saya bisa membaktikan diri saya kepada Jawa Barat,” ucap bapak dua putera ini.
Komentar
Posting Komentar